Kerajaan
Ternate dan Tidore
1.Letak
Geografis
Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore terletak di Kepulauan Maluku, antara Sulawesi dan
Papua. Letak tersebut sangat strategis dan penting dalam dunia perdagangan masa
itu. Pada masa itu,
kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar sehingga dijuluki
sebagai “The Spicy Island”. Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia
perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang
datang dan bertujuan ke sana. Melewati rute perdagangan tersebut agama Islam
meluas ke Maluku, seperti Ambon, Ternate, dan Tidore. Keadaan seperti ini telah
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.
2.Sistem
pemerintahan
Masyarakat
ternate : Tiap
kelompok masyarakat pada zaman pra-Islam di Ternate mendiami suatu tempat
tinggal, yang mereka sebut dengan istilah Gam (Kampung), warganya
terdiri dari beberapa keluarga/kerabat yang dalam istilah daerah disebut dengan
sebutan Soa (Marga) yang dipimpin oleh seorang Fanyira,
singkatan dari kata ‘Ngofa ma-nyira’
Selanjutnya masing-masing kepala Soa
dipimpin oleh seorang Momole (Kepala Kampung) yang bergelar;
Kimelaha, Fanyira dan Sangadji. Disamping sebutan untuk seorang kepala Soa
untuk tiap-tiap Soa, kata momole terambil dari kata “Tomole“ yang
mempunyai arti; Kesaktian atau Kehebatan, yakni orang yang menjadi pemimpin
karena mempunyai kelebihan dan kesaktian dalam berbagai hal.
Kelompok masyarakat waktu itu masih
menjalankan kepercayaan primitif, dan kadang-kadang sering terjadi pertentangan
dan saling bermusuhan dalam hal memperebutkan hegemoni. Dengan demikian maka,
di Ternate pada zaman pra-Islam terdapat 4 orang Momole. Seorang Momole
diangkat berdasarkan kharisma yang ada padanya. Setelah masuknya agama Islam,
maka sistem pemerintahan Momole berubah. Keempat Momole tersebut, bergabung dan
dipimpin oleh seorang Kolano. Pada masa awal sistem ini, struktur
kepemimpinan masih sangat sederhana.
Bersamaan dengan masuk dan
berkembangnya agama Islam di Ternate, maka berkembang pula sistem pemerintahan
Kolano, seperti juga di Tidore, Bacan dan Jailolo. Ke-empat Kolano ini kemudian
membentuk konfederasi persekutuan antara empat kerajaan tersebut di Taunane
Pulau Moti (Moti Verbond), yang kemudian dikenal dengan sebutan
persatuan “Moloku Kie Raha”. Ternate waktu itu dipimpin oleh Kolano
ke-7, yang bernama Kolano Sida Arif-ma-Lamo.
Sida Arif
ma-Lamo ditunjuk sebagai “Kolano Ma-Dopolo” yang pemimpin persekutuan
ini. Dinobatkan sebagai Kolano Ternate tahun 1322 dan memerintah selama 9 tahun
(1322-1331). Dalam sistem ini, struktur kepemimpinannya lebih disempurnakan.
Pada perkembangannya selanjutnya ,
sejak tahun 1486, disaat penobatan Kolano ke-19, Zainal Abidin, yang pertama
kali memakai gelar “SULTAN” yang memerintah dari tahun 1486 – 1500,
adalah merupakan masa peralihan dari bentuk Kolano ke bentuk Kesultanan. Beliau
diberi gelar ; Paduka Sri Sultan Zainal Abidin.
Dalam struktur kepemimpinan
kesultanan, dibentuk lembaga-lembaga tradisional. Pelaksanaan tugasnya, Sultan
dibantu oleh badan-badan dan pejabat seperti :
1. KOMISI NGARUHA, (fungsinya
disamakan dengan Dewan Pertimbangan Agung).
2. BOBATO MA-DOPOLO, yaitu
suatu Dewan Pembantu Sultan, anggotanya terdiri :
a. Jogugu, sebagai
wakil Sultan merangkap kepala Bobato. Jogugu adalah singkatan dari ‘Jou Kolano
ma-gugu’ yaitu wakil Sultan bidang Pemerintahan , yang berkuasa dan bertanggung
jawab atas seluruh kebijakan kesultanan tertinggi dibawah Sultan, yang dijabat
oleh bangsawan Senior di kalangan kerabat keluarga terdekat Sultan. (disamakan
dengan Perdana Menteri).
b. Kapita Lao, yang
bertanggung jawab dalam masalah yang bertalian dengan peperangan, yang dijabat
oleh bangsawan Senior di kalangan kerabat Sultan. (disamakan dengan Panglima
Armada Laut).
c. Hukum Soa Sio,
adalah seorang pejabat yang bertanggung jawab dan menangani hal-hal yang
berhubungan dengan urusan di dalam negeri. (disamakan dengan Menteri Dalam
Negeri).
d. Hukum Sangadji, adalah seorang
pejabat yang bertanggung jawab dan menangani masalah-masalah luar negeri
termasuk daerah takluk-kan. (disamakan dengan Menteri Luar Negeri).
e. Tuli Lamo, sebagai
juru tulis kesultanan, (disamakan dengan Menteri Sekretaris Negara).
3. BOBATO NYAGI MOI SE-TUFKANGE,
yaitu Dewan 18 yang anggotanya terdiri dari delapan belas Orang. Mereka terdiri
dari :
a. Berasal dari Soa-Sio sebanyak
9 orang, yaitu :
1) Pejabat berpangkat Kimelaha,
sebanyak 5 orang.
2) Pejabat berpangkat Fanyira,
sebanyak 4 orang.
b. Berasal dari Pejabat
berpangkat Sangaji, sebanyak 9 orang, yang merupakan wakil utusan dari
wilayah seberang.
Dalam struktur kepemimpinan
tradisional di kesultanan Ternate, terdapat semacam Dewan Rakyat, yang disebut
dengan GAM RAHA, yang wakilnya terdiri dari pejabat perwakilan keempat
wilayah yang terdiri dari :
1. SOA-SIO, (Komunitas
masyarakat yang terdiri dari 9 kelompok Soa/distrik yang berada di di wilayah
pusat Kesultanan).
2. SANGADJI, (Komunitas
beberapa distrik di negeri seberang/wilayah taklukkan).
3. HEKU, (Komunitas
masyarakat Ternate yang wilayahnya mulai dari Ake Santosa (sekarang Kelurahan
Salero) ke utara hingga ke pulau Hiri termasuk Halmahera muka).
4. CIM, (Komunitas
masyarakat dari Ake Santosa ke salatan hingga mencapai batas desa Kalumata).
4.Sistem Perekonomian
Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan
pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh
merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar
Maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian
perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
5. KEHIDUPAN SOSIAL
Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin
perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin
mengembangkan agama Katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai
pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus
Xaverius. Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama
Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak
jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk
memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan
sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya
orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah
yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang
sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini
menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan
semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar
biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan
Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh
kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat
memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
6.Peninggalan Budaya
8.Sejarah Perkembangan Kerajaan
5.Sejarah
Kerajaan
Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah dikenal dalam kancah
perdagangan dunia sebagai pusat perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang
berasal dari Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke wilayah ini untuk
berdagang hingga akhirnya para pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis,
Belanda, dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk mencari cengkeh
dan pala.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan mulai dijalin.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan mulai dijalin.
Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir
Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli
perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan
rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan. Hal itu juga
terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang
lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan nasional.
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan.
Pada abad
ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera
(Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam
menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam
perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni
politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah
penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera
(Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam
menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam
perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni
politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah
penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar